Wednesday, March 20, 2013

'Missing' You


Jangan siksa aku dengan melupakanmu
Hubungilah aku walau dalam mimpi

Itulah petikan syair favorit saya, senantiasa menggetarkan jiwa dan akal yang telah menahan rindu entah sampai bila masa. Terdengar saja dua baris itu dinyanyikan, waktu terasa berhenti, membebaskan hati dan pikiran memanggil-manggilnya.

Betapa pun perasaan itu tak terbendung lagi dan langkanya kesempatan berjumpa dengannya walau dalam mimpi, doa dan harapan ini tak pernah terputus. Dan meskipun nanti hanya mampu menatapmu tanpa engkau menyadari keberadaan ini, itu pun tak akan apa-apa. Asalkan akhirnya rindu terobati, karena telah melihatmu dengan begitu sempurna. Semoga Allah mengabulkan hajat suci ini. Amiin.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Sebenarnya apa yang sedang saya bicarakan. Dimabuk cintakah saya? Ya, saya rasa itu tidak salah. Semakin saya mengenalnya, semakin besar pula rasa cinta ini. Bahkan saya berani tidak patuh pada kedua orang yang paling penting dan berharga dalam hidup saya apabila mereka tidak menghendaki saya mengikuti dia yang saya cintai itu*.

*Saya akan berbagi cerita tentang ini di lain kesempatan, In Shaa Allah.


Cinta itu bisa datang ketika melihat seseorang yang kita pikir lebih dari diri kita muncul dan membuat hidup kita berubah dan menjadi lebih indah serta bermakna.

Saat melihat dia yang cantik dan tampan (sedangkan menurut kita, kita ini biasa-biasa saja) tiba-tiba rasa cinta itu muncul. Setelah itu, mungkin kita terpikir bahwa kita telah jatuh cinta.

Saat mendengar dia yang begitu fasih penuh pesona mengkomunikasikan ide-idenya di depan orang banyak (sedangkan menurut kita, kita ini biasa-biasa saja) tiba-tiba rasa cinta itu muncul. Setelah itu, mungkin kita terpikir bahwa kita telah jatuh cinta.

Saat dia yang tak pernah bosan menarik hati kita (sedangkan kita ini biasa-biasa saja) seiring dengan waktu, perlahan-lahan namun pasti, akhirnya rasa cinta itu pun muncul juga. Setelah itu, mungkin kita terpikir bahwa kita telah jatuh cinta.

Dan masih banyak jalan cerita cinta yang lainnya, yang sebetulnya apa pun itu pada hakikatnya sama. Salah satu hal yang bisa dijadikan persamaannya ialah dengan cara bagaimana rasa cinta itu muncul. Sebagian besar bermula dari alat indera kita yang ternyata berfungsi lebih dari yang dimaksudkan. Mereka adalah mata dan telinga kita. Dari dua alat indera kita ini, boleh jadi kita telah dibuat jatuh cinta berkali-kali. Ngaku, nggak? Nggak ngaku juga nggak pa-pa :D.

Jika kenyataannya demikian, lalu mungkinkah bahwa cinta itu bisa muncul dan tumbuh tanpa fungsi kedua alat indera itu. Dalam arti di sini ialah kita tidak melihat wajahnya dan kita tidak pula mendengar suaranya. Bahkan membayangkan dan melukiskannya pun tak seorang manusia mampu dan boleh melakukannya. Kita hanya disuguhkan oleh cerita-cerita, berita-berita, serta bukti-bukti sejarah yang telah ia tinggalkan. Malahan rasa cinta kita itu jauh lebih besar daripada cinta kita pada manusia yang jelas-jelas nyata di depan kita saat ini. Benarkah cinta seperti itu ada?

Ada atau tidak ada gampang sekali jawabannya. Tengoklah diri kita sendiri dan saudara-saudara kita di luar sana.

Ketika kita melihat mereka yang minum dengan tidak berdiri (dan walau tak ada kursi sekalipun, mereka akan tetap duduk dengan menggunakan salah satu kaki sebagai penyangga), tahukah kita kenapa mereka melakukannya sedemikian rupa?

Ketika kita melihat mereka yang memakai celana yang tidak menutup mata kaki dan menumbuhkan janggut yang tak biasa orang lain lakukan, tahukah kita kenapa mereka melakukannya?

Ketika kita melihat mereka yang memakai hijab sedemikian rupa hingga wajah mereka pun ditutup rapat, tahukah kita kenapa mereka melakukannya?


Ketika kita melihat mereka yang memberi padahal mereka sendiri kekurangan dan juga membutuhkan, tahukah kita kenapa mereka melakukannya?


Dan masih banyak lainnya. Dan semakin banyak hal-hal spesial yang mereka lakukan, semakin banyak pula yang menkritik dengan berbagai macam serangan ide dan pemikiran, yang sebenarnya sama sekali tidak berdasar.

Sungguh cinta pada manusia biasa tidak akan sama apalagi lebih dari itu. Lalu bagaimana dengan diri kita sendiri? Cinta yang manakah yang lebih besar?

Benar atau tidak menurut anda, serumit apa pun cinta yang kita alami, dia tidak bisa datang begitu saja, dia sesungguhnya hadir karena alasan. Dan tak ada sebuah kisah yang menceritakan bahwa cinta itu bisa ditipu. Dan tak ada sebuah kisah yang menceritakan bahwa cinta itu cukup di mulut saja, dalam uraian kata-kata  indah mempesona jiwa yang mendengarnya.

Cinta itu ibarat sebuah biji yang bila ia ditanam dengan baik dan benar maka dia akan tumbuh menjadi akar, batang, daun, bunga dan akhirnya menghasilkan buah yang karena itulah biji itu diciptakan. Nah, dari perumpamaan tersebut sangat jelas bahwa cinta itu tak kan ada artinya apabila ianya tidak mewujudkan apa-apa yang nyata.

Sebenar-benarnya cinta (biji) itu pastilah akan menumbuhkan keyakinan yang kuat (akar dan batang), yang selanjutnya, atas konsekuensi dari keyakinan tersebut, mewujudkan tindakan-tindakan nyata (daun, bunga dan buah).

Kehinaanku bila jauh darimu
Kehormatanku bila aku bersamamu

 
Orang pada zaman di mana Sang Kekasih masih hidup sehingga mereka bisa mendengar dan melihatnya, akan lebih mudah tertanam cinta suci itu dan membuahkannya. Sedangkan kita yang hidup di masa sekarang, ditantang oleh sebuah kenyataan hidup bahwa Sang Kekasih tak lagi ada bersama kita. Karenanya, apakah kita sanggup menggapai cinta, keyakinan dan pengorbanan yang sama dengan mereka sedangkan kita sendiri tak pernah mendengar dan melihatnya. Dan mampu kah kita menghadirkan cinta tanpa kita mengenalnya, orang yang katanya kita cintai itu?

Mudah bagi anak-anak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar berikut ini.

Guru               : "Siapakah yang harus kita cintai setelah Allah?
Anak-anak    : "Rasulullah SAW."
Guru               : "Siapa yang cinta Rasulullah?"
Anak-anak    : "Saya, Saya, Saya."

Ketika anak-anak itu telah tumbuh dewasa dengan berbagai macam wawasan dan pengetahuan yang berbeda-beda, anak-anak yang dulunya menjawab sama dan serentak pada kala itu, sekarang beberapa dari mereka ada yang diam, ada yang mungkin malu atau ragu-ragu. Dan beberapa yang lain lagi ada yang malah tambah dahsyat jawabannya dan lain sebagainya.

Pada diri sendiri saya bertanya, di antara mereka, anak-anak itu, siapakah saya ini?

Catatan:
Tulisan ini terinspirasi atau wujud dukungan saya pada sebuah karya besar Muhammad Husain Haekal yang berjudul Hayatu Muhammad atau Sejarah Hidup Muhammad dalam bahasa Indonesia, sekaligus bentuk syukur saya karena akhirnya berhasil mengkhatamkan buku yang sebenarnya telah diringkas menjadi satu jilid tersebut. Sejak awal saya memang kurang tertarik dengan buku tipis/mini/kecil yang menceritakan sejarah hidup Rasulullah sebab saya tahu saya tidak akan pernah puas dengan penjelasannya. Sedangkan dunia di luar sana, banyak orang yang telah melukiskan sejarahnya dengan seenaknya dan cenderung tidak mengagungkannya dalam sebuah buku besar, dengan penjelasan dan argumen yang tidak singkat. Karenanya, Muhammad Husain Haekal menghadirkan buku itu sebagai serangan balik atas apa yang telah diperbuat pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab tersebut. Jadi, jangan bingung saat membaca karya bukunya sebab anda akan sering dihadapkan berbagai macam isu dan propaganda yang saling bertentangan yang kemudian anda akan diajak merenungi kesimpulan atau penjelasan yang benar menurut Muhammad Husain Haekal.    

Buku yang telah saya baca tersebut adalah buku cetakan lam tahun 1989. Tentu bahasa yang dipakai sangatlah kental dengan perkembangan bahasa Indonesia pada masa itu. Saya sarankan jika anda masih baru akan mau membaca buku itu, lebih baik pinjam atau beli versi/cetakannya yang terbaru dengan EYD/Ejaan Yang Disempurnakan. Dan, jangan loncat-loncat saat membacanya. Membaca atau mempelajari sejarah tidak boleh sepotong-potong, harus totalitas. Dan satu hal yang tak kalah penting, tanyakan pada diri anda, mengapa anda ingin membaca atau mengetahui sejarah hidup Muhammad? Apabila ada tidak benar-benar tulus ingin membacanya, sebaiknya anda jangan membacanya dulu. Tunggu sampai anda benar-benar siap dan ingin sekali membacanya, bukan karena orang lain, tapi karena diri anda sendiri.



  





  


No comments:

Post a Comment