Sunday, May 25, 2014

Siapakah Dia?



Siapa kah Dia?

Walaupun beliau sering datang hampir di akhir waktu, kehadirannya selalu saya nantikan. Indah suaranya senantiasa saya rindukan. Begitu beliau membuka pintu geser, mata saya melirik (spontan sebab saya biasanya duduk bersila di sekitar pintu) memastikan siapa yang datang. Hati berbunga, senyum bibir pun merekah. Sosoknya yang khas, tak menghendaki saya harus memutar badan serta kepala dan menatapnya. Gaya berjalannya yang tegap, santun tapi santai, cukup meyakinkan saya bahwa itulah beliau - He's coming!!!

Hati gembira tak terkira, berdebar-debar menantikan terbukanya suara....

Bukan setiap Ahad beliau datang. Kehadirannya sungguh tak terduga, tapi selalu menyenangkan. Dan meskipun saya tidak bisa memahami bahasa beliau (bahasa Arab), saya tidak pernah tidak menikmati dan menyelami setiap kalimat yang beliau sampaikan (mendengar beliau berbicara, rasa-rasanya bahasa Arab menjadi mudah hehe). Kadang saya tersenyum sendiri ketika saya mampu memahami potongan cerita lucu beliau tanpa bantuan penerjemah (yang mengalihbahasakan ceramah - kalimat per kalimat- setiap beliau selesai bercakap). Kadang teman akrab saya ngejek, “Emang kamu paham, Chan?” Hehe it’s so-called ‘the Power of Love. Bahasa Arab itu ekspresif (dalam penyampaiannya) sesuai dengan karakter saya. Dari situlah saya bisa memahami makna bahasa beliau. Ditambah lagi, saya suka mendengarnya (orang yang menyampaikan dan apa yang disampaikan) jadi lebih mudah hihihi. Belajar menjadi lebih menyenangkan dan cepat paham apabila dilandasi rasa suka :D

Minggu kemarin beiau tak datang dan minggu ini tak ada majlis. Hidup terasa sunyi dan hati menjadi kesepian lebaaaaaaaaay. Saya mencoba mengingat kembali pertemuan-pertemuan di minggu-minggu sebelumnya (tak seperti di zaman kampus dulu, biasanya ceramah kajian Islam ustadz Abdullah saya catat di sebuah notebook khusus. Di sini, hanya mendengar dan entah sampai bila masa ingatan itu akan bertahan).

Pada suatu Ahad pagi di bulan Zulhijjah 1434H, di depan jamaah ibu-ibu dan bapak-bapak serta anak-anak, di sebuah ruang tamu yang bisa menampung 30-40 orang, beliau dengan suara 'kebapakan'nya menyampaikan dua buah cerita (non-fiksi/kisah nyata). Yang pertama adalah tentang kegigihan seorang anak yang berjuang memenuhi perintah ibunya untuk menimba ilmu di negeri yang jauh dari kampung halamannya. Alhamdulillah, saya bisa memahami keseluruhan cerita. Namun apabila saya diminta menceritakan kembali kisah itu, saya harus merujuk referensi terlebih dahulu sebab ada beberapa perkataan yang menggunakan bahasa Arab (tidak diterjemahkan secara khusus - original) yang saya khuatirkan saya akan melakukan kesalahan besar terhadapnya jika saya hanya menuliskannya dengan sekedarnya.

Karena itu di sini saya hendak berbagi kisah kedua yang tak kalah berkesannya di hati saya.

Mari kita mulai sekarang.

Di sebuah negeri hiduplah seorang anak laki-laki (usia menginjak remaja 10-12 tahun) dan ibunya yang sholehah. Pada suatu hari ibunya meminta sang anak agar merantau di negeri lain yang jauh untuk menuntut ilmu. Perintah itu mengharuskan sang anak melakukan perjalanan yang sangat melelahkan dan memakan waktu yang lama serta menguras perasaan sebab dia harus rela berpisah dengan orang yang paling dicintainya. Bagaimanapun, sang anak pun pergi memenuhi amanah ibunya.

Sesampai di kediaman gurunya, sang anak pun disambut dengan baik. Hari demi hari, bulan demi bulan, sang anak mampu menunjukkan peningkatan ilmunya di mata sang guru. Tak segan-segan, sang guru memujinya di depan putrinya sendiri.

Sang putri pun menjadi penasaran dengan murid laki-laki itu. Dimintanya sang ayah (sang guru) untuk mengundang sang murid supaya datang ke rumah. Tanpa menolak, sang murid pun memenuhi undangan sang guru.

Dengan kehadiran sang murid di rumah, sang putri ingin membuktikan apakah pujian-pujian sang ayah untuk sang murid benar adanya. Akhirnya, satu-per satu kenyataan diri sang murid pun 'terbongkar' - terpaparkan jelas di mata dan telinga sang putri.

Seperti biasa, sang guru pasti menjamu setiap tamu yang datang ke rumahnya, tidak terkecuali sang murid. Begitu melihat banyaknya makanan dan keanekaragamannya, sang murid pun tak kuasa menahan nafsunya dan makan sesuka hatinya. Sang putri melihatnya dan tidak percaya bahwa sang murid makannya buuuuanyak sekali!

Ketika malam tiba, tak terdengar aktivitas sang murid mengambil wudhu dan shalat malam (tahajud). Sang putri semakin kehilangan kepercayaan terhadap sang murid. Biarpun begitu, ia tetap membiarkannya dan tak meng-komplainnya pada sang ayah.

Keesokan paginya, ketika adzan subuh berkumandang, sang putri mengetuk kamar sang murid untuk membangunkannya. Diketuklah pintu sehingga sang murid terbangun dan langsung melaksanakan ibadah shalat subuhnya tanpa berwudhu.

Sang putri tak kuasa menahan kekecewaan pada sang murid lalu menghampiri ayahnya dan menceritakan (melaporkan/complain) segala hal yang ia nampak langsung dari perbuatan sang murid. Pertama, sang murid mempunyai nafsu makan yang sangat besar padahal sepatutnya seorang penuntut ilmu itu makannya sedikit saja dan tidak sampai kenyang. Kedua, sang murid tidak menjalankan anjuran shalat malam padahal seharusnya seorang murid yang alim dan sholeh pasti melakukannya. Dan yang terakhir, ketiga, murid tidur hingga adzan subuh berkumandang dan melaksanakan shalat tanpa mengambil air wudhu.

Mendengar semua laporan sang putri tercintanya, sang guru tidak sanggup percaya sehinggalah dia memanggil sang murid untuk mengklarifikasi dan mencari (mendapat) kebenaran.

Didatangkanlah sang murid untuk menghadap sang guru. Dibeberkan semua perkara yang sang murid telah perbuat berdasarkan laporan sang putri.

Sang guru pun bertanya, "Apakah benar kamu telah melakukan yang sedemikian itu?"

Sang murid menjawab. "Iya, benar. Saya telah melakukan yang sedemikian. "

Sang guru tidak langsung merasa kecewa dan menghakimi sang murid. Akan tetapi, sang guru bertanya lagi, "Mengapa kamu melakukannya? Bisakah kamu menjelaskannya?"

Sang murid dengan jujur dan tulus menceritakan apa yang terjadi sesungguhnya pada hari itu.

"Berita itu benar bahwa saya makan banyak hingga kenyang. Sungguh, semenjak ibu saya menyuruh saya berhijrah hingga saya dijamu dengan makanan yang lezat di rumah guru, selama itu saya senantiasa menahan lapar, hanya makan dan minum sedikit sekali. Dalam perjalanan yang panjang itu, saya tidak tahu apakah yang bisa dimakan dan diminum itu halal atau tidak. Karena itu saya memutuskan untuk menahan lapar hingga saya makan banyak sampai kenyang di rumah guru. Saya yakin semua jamuan itu adalah halal sehingga saya makan dengan tenang dan kenyang. Saat itulah saya benar-benar merasakan makan dan minum.
Kemudian perkara apakah saya tidak melaksanakan shalat malam dan mengambil wudhu untuk shalat subuh, itu pun benar dan saya juga memiliki alasan mengapa demikian. Pada malam itu, saya sebenarnya tidak tidur hingga datang waktu subuh. Dan selama itu saya menjaga wudhu saya sehingga saya tak perlukan wudhu untuk shalat subuh."

Sang guru bertanya lagi, "Apa yang kamu lakukan sehingga kamu tidak tidur?"

Sang murid menjabarkan dengan panjang lebar* apa yang dia kerjakan semalam suntuk hingga subuh malam itu. Sang murid sedang mengkaji sebuah hadits yang dia menemukan ada satu/dua kata* dari potongan hadits itu yang mengandungi ilmu yang teramat luar biasa. Sang murid merenungi dan mencari jawaban atas satu/dua kata tersebut semalam suntuk hingga subuh.

Sang murid pun menjelaskan.

"Saya tahu bahwa shalat malam adalah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan (diutamakan). Tapi, itu adalah sunnah sedangkan mengkaji ilmu adalah wajib. Sehingga saya dahulukan yang wajib dari pada yang sunnah. Karenanya, saya tidak melaksanakan ibadah sunnah shalat tahajud malam itu. Dan sebagai gantinya, saya telah menemukan jawaban atas satu/dua kata dari potongan hadits tersebut."

Itulah kisah kedua yang diceritakan oleh beliau dengan penuh hikmah. Beliau, Sheikh Muthi'i, seorang guru dari Suriah, mengakhiri kisah tadi dengan sebuah pertanyaan untuk kami semua, pendengarnya, para jama'ah.

"Apakah anda tahu siapakah sebenarnya sang murid itu?"

Para jama'ah terdiam, tertunduk, entah malu atau ngantuk.

Sheikh Muthi'i lalu menjawab sendiri pertanyaan itu (sebab tak ada yang mampu menjawab).

"Dialah Imam Syafi'i.
Kadang kala kita ditanya, ikut madzab siapa? madzab Syafi'i. Tapi, sadarkah kita dengan jawaban kita itu? Apakah kita benar-benar mengenal siapa dia Imam Syafi'i dan apakah kita juga mengikuti bagaimana beliau menuntut dan mengkaji ilmu? ............................................................................................................................................(terdiam cukup lama) Itu sebagai renungan anda semua yang hadir di sini. Dan anda sendiri lah yang tahu jawabannya."

Ceramah pagi itu berlangsung lebih lama daripada biasanya. Seperti biasa, majlis dzikir dan ilmu diakhiri dengan shalat dhuha. Kami semua pun berangkat umrah berjama'ah :D 


Wallahu'alam. 

Semoga kita semua senantiasa ditunjukkan jalan yang diridhoi-Nya. Aamiiin.   






Note

*Saya tak bisa menjelaskannya secara terperinci dan kurang begitu yakin (ragu).
 







No comments:

Post a Comment